Perihal yang dicari dalam momentum Idul Fitri atau Lebaran adalah toleransi, saling memaafkan, kebersamaan antar umat Muslim untuk saling bersatu, saling membentuk agama yang saling toleransi, agama yang saling memaafkan, tidak yang penuh permusuhan.
Jadi dalam waktu satu tahun sekali. Semua kesalahan orang yang pernah berbuat salah kepada kita, dengan harapan kita hancurkan, kita hilangkan dalam diri kita. Sebab kita sudah 30 hari melakukan ibadah puasa, kalau sudah berpuasa 30 hari seharusnya hawa nafsu kita sudah bisa kita kendalikan. Karenanya kalau selesai puasa Ramadhan kok masih suka marah, berarti puasa kita masih ada yang salah, hanya menahan lapar saja belum benar-benar lillahi ta’ala. Niatnya juga belum benar-benar bersih.
Kalau benar-benar bersih kita tidak akan marah dan benci kepada siapa-siapa lagi. Jadi setiap setahun sekali itu di-recovery atau pembaruan. Makanya ada Ramadhan, ada Lebaran, ada Idul Fitri, hari yang suci. Harapan kita sama-sama kembali menjadi kosong dimata manusia lainnya, begitu juga orang lain dimata kita.
Orang yang puasa itu seharusnya banyak diniati. Apalagi puasa terakhir di bulan Ramadhan. Semoga dengan puasa sebulan penuh, semoga benar-benar mampu menghilangkan hawa nafsu. Nafsu-nafsu yang sifatnya adalah membuat diri kita menjadi tidak lebih baik, seperti halnya nafsu-nafsu serakah, nafsu amarah, nafsu permusuhan, dan nafsu-nafsu yang dapat menjerumuskan kita.
Seyogyanya kalau sudah terakhir puasa itu diniati semua dengan hal-hal yang baik. Baik itu tatkala berbuka puasa, minum, atau sebagainya. Semoga semua hal buruk yang telah dilakukan satu tahun belakangan ini bisa luntur, semoga yang melekat pada diri kita yang buruk menjadi hilang.
Ketika bersih-bersih juga perlu diniatkan, terlebih ketika menjelang lebaran yang identik dengan bersih-bersih rumah, mushola, dan lain-lain. Bila kita lihat tradisi dahulu, yang di cari adalah momen bertemu yang saling memaafkan, saling bercakap tentang salahku di mana salahmu di mana, kita sama-sama saling memaafkan dan memperbaiki. Jadi benar-benar dalam setahun itu kita diberikan momentum Idul Ftri untuk dimanfaatkan dengan baik, tidak harus memakai pakaian baru, tidak harus makan-makanan enak, makan tempe saja kalau misalkan kita bisa memenuhi semuanya, maka sudah sempurna Idul Fitri atau Lebaran kita.
Bilamana setahun lagi kita mengulangi sebuah kesalahan seperti itu, maka alangkah baiknya saling memaafkan kembali, begitu juga seterusnya dalam setiap tahun. Zaman dahulu Nabi Muhammad Saw. ketika belum punya sesuatu, belum bisa menyembelih apa-apa, beliau hanya membeli Kurma, Apel, atau Gandum. Tidak apa-apa, beliau mengajarkan kita untuk hidup yang sederhana saja.
Sebagai seorang Muslim yang baik, kita diajarkan untuk saling berbagi. Dalam menjalankan ibadah puasa, kita umat Muslim diperintah untuk sabar, menahan amarah, dan hawa nafsu. Bahkan sampai suami-istri yang sudah sah saja harus mampu menahan nafsunya, terlebih mereka yang belum menikah. Harus mampu menahan diri dari rezeki yang haram. Rezeki halal saja perlu dikeluarkan, seperti Zakat, Shadaqah, dan sebagainya. Terlebih hal itu merupakan barang yang haram, berarti tidak boleh dimasukkan.
Lalu kenapa bila orang yang puasanya bolong harus menggantinya di luar Ramadhan? Sebab hal tersebut harapannya adalah agar kita menjalankan puasa itu tetap utuh 30 hari dan supaya terkontrol dengan baik. Jadi, orang orang yang sudah puasa namun masih suka ini suka itu, setelah puasa menuruti hawa nafsunya sendiri, berarti puasanya hanya menahan lapar dan haus saja, tidak lebih dari itu.
Oleh: Yusuf Haryono (Alumni PP. Al-Munawwir Komplek L)
11 Mei 2021/29 Ramadhan 1442 H.