Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Adab dalam Menjaga Lisan dari Maksiat


Romo KH. Muhammad Munawwar Ahmad


Kegiatan Pengajian Khusus Ramadhan (PKR) terus berlangsung. Pada PKR tahun 2021 ini, Romo KH. Muhammad Munawwar Ahmad mengajar kitab karya Imam Ghozali yang berjudul Bidayatul Hidayah.

Dalam pengajian malam hari tersebut, membahas bab adab dalam menjaga lisan dari perilaku maksiat. Salah satu poin yang beliau sampaikan yaitu kewajiban kita menahan diri dari mencela setiap makhluk ciptaan Allah baik tumbuhan, hewan, bahkan manusia.

Di kehidupan sehari-hari memang kita tidak jauh dari mencela. Mulai dari hal terkecil yaitu makanan. Biasanya kita ketika mendapati makanan yang tidak sesuai dengan kehendak kita atau tidak enak, maka biasanya akan muncul langsung berupa hinaan kepada makanan tersebut. Padahal dalam aspek ini Rasulullah SAW tidak memberi contoh seperti demikian, beliau selalu memberikan senyuman dan tidak mengomentari sisi kurang enak yang ada di makanan.

Bahkan soal ini, beliau memberi satu contoh lain yaitu Al Maghfurlah KH. R. Muhammad Najib Abdul Qodir (Pengasuh PP Al Munawwir Pusat) yang juga ketika mendapati makanan yang kurang enak maka tidak ada celaan keluar dari mulut beliau. Malahan beliau melahap habis makanan tersebut. Seperti inilah contoh akhlak baik yang seharusnya kita terapkan.

Lainnya, menurut beliau kita juga tidak boleh menghina bentuk atau menyakiti binatang sekalipun. Sebab dengan menghina binatang sama saja kita menghina Dzat penciptanya yaitu Allah SWT. Dalam aspek ini pun kita diajarkan untuk selalu berhati-hati dalam memberikan perlakuan kepada hewan.

Ketika kita membunuh hewan upayakan memang diniati semisal hewan tersebut membahayakan atau ada kesunahan dalam membunuhnya. Jangan sampai menyakiti hewan tersebut. Salah satu contohnya yaitu nyamuk, di mana seringkali kita dibuat jengkel oleh hewan kecil tersebut. Tidak diperkenankan untuk membunuh dengan menghardik sekaligus menyiksa berlebihan. Cukup sekali pukul dan sudah berhenti sampai di situ saja.

Tidak hanya itu, dalam penjelasan bagian ini menurut beliau mencela makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan saja tidak diperkenankan, apalagi sesama manusia. Diceritakan bahwa kita tidak boleh menghina secara berlebihan terhadap manusia siapapun termasuk yang melakukan tindakan dzalim. Dalam kitab tersebut dicontohkan seorang tokoh bernama Al Hajjaj.

Al-Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi adalah penguasa, politisi, dan menteri pertahanan dari kekhilafahan Umayyah di kepemimpinan Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Dia merupakan sosok yang kontroversial dan pelik dalam sejarah awal umat Islam. Di balik sifatnya yang keras dan kejam, dia merupakan sesosok orang yang merupakan penghafal Al Qur’an. 

Dunia islam mungkin sudah mahsyur dengan kekejaman Hajjaj ketika menggempur kota suci itu dengan tembakan-tembakan manjaniq, sampai-sampai sebagian dari Ka’bah roboh tertimpa peluru-peluru manjaniq pasukan Hajjaj. Hajjaj benar-benar tidak peduli dengan kehormatan kota yang mulia itu. Pengepungan itu akhirnya menewaskan salah satu tabi’in, Abdullah bin Zubair sebagai pihak lawan Hajjaj.

Tentunya perbuatannya yang dzolim dan bengis dengan membunuh ribuan nyawa memang keji dan Al Hajjaj menjadi contoh akan perbuatannya. Namun, dalam kitab tersebut kita dilarang untuk mencela dan menggibah secara berlebihan. Biarlah hal tersebut menjadi urusannnya dengan Allah SWT, manusia cukup memikirkan urusan keselamatan dirinya sendiri. Bahkan banyak yang menghina seorang Al Hajjaj justru di akhir hidupnya menjadi malang dan lebih buruk dari Al Hajjaj. 

Menurut Romo Yai, untuk perbuatan dzolim kita tidak perlu membalas juga. Cukup Allah SWT yang akan membalas. Sebab perbuatan dzolim akan di balas di dunia dan kelak di akhirat kita juga masih bisa untuk menuntut hak kepada pihak yang bersangkutan. Sehingga cukup rasanya untuk kita berupaya memperbaiki diri sendiri tanpa mencoba membalas dendam dan menghina siapapun orang yang ada di sekitar kita.

Wallahu a’lam.

Leave a Comment

0.0/5