“Lailatul Qur’an” menjadi momen yang ditunggu pada rangkaian acara Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara 2022 di Pondok Pesantren Krapyak . Pada malam tersebut hadir juga ulama pakar Al-Qur’an seperti Prof. Quraish Shihab, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, Prof Said Aqil Husin al-Munawwar dan Prof. Muhammad Ali Ramdhani.
Pada kesempatan ini Prof Dr KH Said Agil Husin al-Munawwar menyampaikan mengenai Al-Qur’an, adab mencari ilmu dan berdakwah. Memulai ceramahnya, beliau bahwa pada zamannya belum ada kata wasathiyah, tetapi masih menggunakan kata rahmatan lil ‘alamin. Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni menjelaskan ada beberapa poin mengenai islam rahmatan lil alamin.
Pertama , Rasulullah diutus ke bumi membawa kebahagiaan yang abadi (dunia dan akhirat). Kedua, Nabi datang membawa petunjuk yaitu Al-Qur’an, yang dengan membaca, menghafal, mengamalkan isinya kita akan dimuliakan. Nabi juga diberi otoritas untuk menjelaskan isi kandungan Quran.
“Satu huruf dalam Al-Qur’an dapat memberikan makna, apalagi satu kalimat, maka banyak pesan yang terkandung didalamnya. Untuk mempelajari Al-Qur’an kita membutuhkan seperangkat ilmu yang harus kita pelajari untuk membedah kandungan Al-Qur’an,” tutur beliau.
Beliau mengingatkan kembali apa yang sudah dijelaskan Prof. Quraish Shihab, bahwasanya banyak manusia yang baru belajar satu disiplin ilmu tetapi sombong, banyak orang yang minim ilmu tapi merasa paling pintar. Orang yang seperti ini bisa merusak nilai-nilai wasathiyah. Maka penting bagi kita untuk tetap tawadhu dan mengendepankan adab dalam mencari ilmu.
Suatu ketika ada seorang ulama ditanya, “apa yang dimaksud orang ‘alim?” Sang ulama pun menjawab, “orang alim ialah orang yang terus belajar, kalau ada orang yang sudah merasa pintar berarti dia orang jahil”. Padahal ilmu selalu berkembang dan berbeda setiap zaman.
“Buku dengan judul yang sama ditulis oleh orang yang berbeda akan melahirkan ilmu atau pengetahuan yang berbeda pula, maka penting bagi kita untuk selalu mengkaji ilmu-ilmu dan mengikuti perkembangannya,” pesan beliau.
Dalam menghadapi fenomena perkembangan ilmu, beliau mengatakan agar kita mempunyai sikap berpegang teguh pada tradisi lama dan menyikapi tradisi baru dengan ilmiah. Jangan mudah mengambil keputusan dan menyalahkan orang lain. “olah-olah surga milik mbahnya,” canda beliau.
Menyikapi tradisi yang ada di masyarakat dan sudah menjadi bagian dari kehidupannya, Rasulullah mempunyai metode tersendiri. Rasulullah tidak langsung pukul rata, menegakkan hukum sepenuhnya, tetapi melalui proses yang bertahap. Hal ini melarang bahwa ketika menyampaikan dakwah seseorang harus memperhatikan dengan seksama dan secara bertahap sesuai dengan tempatnya.
Reporter : Ahmad Najiullah