Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ajaran Iqra’ dan Pengaruhnya Bagi Perjalanan Hidup Kang Maman

al-munawwir komplek L Krapyak
Gambar 1. Maman Suherman saat menjadi pembicara di acara workshop penulisan bertempat di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak

Perjalanan hidup Maman Suherman tidak dapat dilepaskan dari pengalamannya terkait bagaimana ia menerapkan ajaran iqra’. Baginya, ajaran yang termuat di surah Al-‘Alaq ayat satu ini sungguh memberi dampak luar biasa. “Perintah iqra’ yang menjadi perintah pertama Allah dalam Al-Quranbukanlah perintah sederhana,” ungkap pria yang akrab disapa Kang Maman tersebut dalam acara Workshop Penulisan di Aula G Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, Yogyakarta (30/07), dengan tema “Iqra & Uktub: Menulis, Mengikat, dan Mengabadikan ilmu”.

Menurut Kang Maman, tentu ada maksud agung di balik perintah membaca itu. “Membaca pun bukan hanya tulisan, tetapi bisa membaca simbol, keadaan, suasana yang kamu rasakan. Hal itulah yang bisa menjadi ide untuk membuat tulisan,” kata Kang Maman dalam acara yang bertajuk “Ngaji Literasi” tersebut.

Pun demikian, manusia tidak boleh terhenti di iqra saja, namun perlu juga menuliskannya. Ibaratnya, seperti dalam ungkapan Imam Syafi’I, jika apa yang dibaca adalah hewan buruan, maka menulis adalah cara mengikatnya. Menurut Kang Maman, kita tidak bisa menulis jika tidak membaca terlebih dahulu. Hal itulah yang diterapkan dalam kehidupannya, sehingga ia bisa menghasilkan banyak buku.

Kang Maman merupakan seorang penulis yang kerap berkeliling kota, antar pulau, bahkan ke luar negeri dan antar benua. Meski dengan mobilitas yang tinggi seperti itu, Kang Maman mengaku tidak pernah tahu cara mengurus tiket pemberangkatan, kamar hotel, dan lain sebagainya. “Semuanya diurus oleh orang lain, semuanya karena iqra’, dan semua bermula dari ayah saya,” kata Kang Maman.

Sejak kecil, Kang Maman dididik untuk berlatih membaca oleh ayahnya, seorang sersan TNI, yang memberinya upah jika ia membaca sampai target tertentu. Koran Pikiran Rakyat dibacakan untuknya dengan cara dieja. Di umur 3,5 tahun ia sudah bisa membaca, dan setiap pagi pergi ke pasar untuk membaca koran dan menaruh kaleng Khong Guan di depannya. Orang-orang pasar yang memang buta huruf terkagum-kagum melihat bocah dapat membaca, sehingga mereka memasukkan uang sisa belanjaannya ke kaleng itu. Dengan cara ini, Kang Maman pernah mendapat upah melebihi gaji ayahnya selama sebulan.

Ketika diterima di Universitas Indonesia (UI), untuk memenuhi biaya kuliah, Kang Maman kerap membaca, menulis, mendatangi lapak koran, sekaligus mencatat semua alamat koran untuk menulis di koran itu. Tulisan Kang Maman berhasil terbit. Ketika biaya kuliah per-semesternya Rp 40.500,00, honor sekali menulisnya bisa sampai Rp 75,000,00. “Hanya karena iqra’, kemudian mengikatnya menjadi tulisan, saya lulus jadi sarjana dan mendapatkan beasiswa dari Jepang,” cerita mantan pemimpin redaksi Kompas tersebut.

Karena ajaran iqra’ dan dunia menulis itu pula Kang Maman bisa membuat berbagai buku, berangkat haji secara gratis, berjumpa dengan tokoh-tokoh yang dikaguminya seperti Gus Dur, bisa membiayai hidup keluarga, dan menyekolahkan anaknya sampai ke luar negeri. “Saya percaya benar akan kekuatan iqra’. Ikatlah ilmu dengan menulis, ikatlah rasamu dengan menulis,” ungkap Kang Maman.

Selain itu, menurut Kang Maman, seorang penulis harus memiliki 5R: Read (membaca), Riset (meneliti), Reliable (Presisi), Reflecting (Sudut pandang), dan (W)Rite: menulislah yang benar. “Jika 5R ini sudah anda lakukan dengan baik dan benar maka anda akan menjadi penulis yang luar biasa,” pungkasnya.

Reporter          : Muhamad Safiqullatif

Editor              : Ahmad Zamzama NH

Leave a Comment

0.0/5