Masalah yang sering terjadi di masyarakat kita adalah imam yang terlalu cepat pindah ke ruku’. Imbasnya, makmum yang terbiasa melafalkan surah Al-Fatihah dengan ritme pelan terpaksa memutuskan bacaannya lalu ikut ruku’. Padahal, bacaan Al-Fatihah merupakan salah satu rukun qauli salat. Bahkan, jika sengaja atau lupa membaca Al-Fatihah, bacaan Al-Fatihah harus diulangi dengan mengganti pada rakaat lain.
Lalu bagaimana hukum salat yang sengaja atau terpaksa meninggalkan kesempurnaan surah Al-Fatihah untuk tetap mengikuti gerakan imam?
Dalam riwayat Imam Bukhori dan Muslim, disebutkan Nabi Muhammad saw. “Salat jamaah pernah lebih utama dua puluh tujuh derajat ketimbang salat sendirian”. Di riwayat lain, dengan dua puluh lima derajat. Imam Ibrahim Al-Baijuri dalam Hasiyah Al-Bajuri Syarh Fathul Qarib , mengomentarinya bahwa derajat yang sedikit (25) tidak sampai menghalangi keutamaan derajat lebih tinggi (27), sehingga kedua hadis tersebut tidaklah bertentangan. Artinya, antara keutamaan 25 dan 27 derajat sama-sama mungkin diperoleh.
Syarat Salat Jamaah
Salat jamaah dianggap sah apabila memenuhi beberapa syarat. Menurut Imam Nawawi Al-Jawi Al-Bantani dalam kitab Kasyifat As-Saja, syarat salat jamaah yaitu (1) makmum tidak mengidentifikasi imamnya telah batal sebab hadas atau alasan lain; (2) makmum tidak mengetahui imam melakukan salat qada; (3) orang yang dianggap imam tidak sedang bermakmum kepada imam lain; (4) imam bukan seorang ummi, orang yang salah dalam melafalkan huruf-huruf Al-Fatihah secara tepat, sehingga imam haruslah orang yang lancar membaca Al-Qur’an;
Lalu, (5) letak posisi makmum tidak mendahului (di depan) posisi tempat imam; (6) makmum tahu pergerakan imam: melihat secara langsung atau dari sebagian saf yang melihat imam; (7) keduanya berada di masjid atau tempat lain yang masih dalam radius 300 hasta (kira-kira 135 m); (8) makmum niat mengikuti imam atau bermakmum; (9) makmum dan imam tata urutan salatnya haruslah sama; (10) makmum tidak berbeda dengan imam, semisal ketika Imam tidak melakukan tasyahud awal, makmum tidak boleh tasyahud sendiri.
Lalu syarat terakhir (11), yang wajib ada, ialah makmum mengikuti dan tidak mendahului gerakan imam. Makmum berkewajiban mengakhirkan gerakan takbirnya dari takbir imam, sehingga takbir makmum yang bersamaan dengan imam dapat mengurangi kesempurnaan salat.
Imam Terlalu Cepat
Seorang makmum jangan sampai tertinggal dua rukun secara berurutan dan sempurna, seperti ruku’ dan iktidal. Jika Imam sudah hampir sujud dan ternyata makmum masih dalam keadaan berdiri maka salatnya bisa batal, ketika disengaja atau tidak ada uzur yang mendasari.
Syekh Abu Bakar Satha menanggapi dalam kitab I’anatut Tholibin, bahwa selama makmum tidak tertinggal dua rukun secara berurutan serta sempurna, salatnya masih dianggap sah. Akan tetapi, apabila imam telah sujud dan makmum sengaja belum menyelesaikan membaca Al-Fatihah, salatnya batal karena interval berpisah gerakan yang lama. Oleh sebab itu, agar salat makmum tidak batal, dia dapat berniat mufaraqah, memisahkan diri dari imam lalu melanjutkan salatnya sendirian (munfarid).
Konsekuensi bagi makmum yang mufaraqah adalah pahala jamaahnya gugur meskipun hukumnya sah. Salat yang sah, meski hanya dapat satu keutamaan, lebih baik daripada salat batal karena alasan tertinggal. Masalahnya, banyak masyarakat awam teledor dalam hal ini, mereka cenderung menganggap bacaan Al-Fatihah ditanggung oleh imam. Padahal, bacaan yang ditanggung imam hanya pada rakaat pertamanya makmum masbuk. Dalam kitab SyarhFathul Mu’in karya Imam Zainuddin Al-Malaybari, salah satu udzur yang membolehkan makmum tertinggal dari Imam adalah bacaan imam yang cepat. Dengan catatan, lambatnya tidak disebabkan was-was. Uzur lainnya, makmum menunggu jeda selesainya bacaan Al-Fatihah imam. Namun, ketika makmum ingin membaca surah Al-Fatihah imam terburu ruku’. Makmum demikian menurut Syekh Abu Bakar Syatha harus melanjutkan bacaan Al-Fatihah sampai tuntas, dan mengikuti seluruh gerakan imam.
Oleh : Fahri Reza Muhammad