Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Masakan Daging yang Masih Mengandung Darah, Halalkah?

Oleh : Khoiru Ulil Abshor

hukum masakan mengandung darah
Foto oleh samer daboul: https://www.pexels.com/photo/grilled-meats-on-skewers-2233729/

Hari Raya Idul Adha merupakan momen untuk melaksanakan ibadah kurban sekaligus mengenang kisah kesedihan Nabi Ibrahim yang mendapatkan perintah menyembelih anak-anaknya, Ismail. Selain itu, hari raya Idul Adha menjadi momen kebahagiaan bagi umat muslim serta dianjurkan pula untuk mengungkap kebahagiaan di hari tersebut. Menurut syariat puasa diharamkan pada hari raya Idul Adha dan hari tasyriq . Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim disebutkan :

عن نبيشة الهذلي، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ‌أيام ‌التشريق ‌أيام ‌أكل ‌وشرب

(Diriwayatkan) dari Nubaishah, ia berkata, Rasulullah bersabda: Hari-hari tasyriq adalah hari makan dan minum [HR. Muslim No. 1444]

Beberapa ulama menyatakan diharamkannya berpuasa itu karena hari-hari tersebut merupakan hari untuk memasak daging dan berbagi makanan.

Prosedur pemasakan daging sendiri menurut Islam adalah dengan membersihkan daging terlebih dahulu dari darah-darah yang ada karena darah merupakan najis dan haram untuk dimakan. Namun, dalam beberapa kasus terkadang terdapat sisa darah yang terlihat ketika dimasak bahkan ketika sudah dihidangkan.

Kasus tersebut juga pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. yaitu pada saat Sayyidah Aisyah memasak daging dalam kuali. Setelah proses memasak, lantas masakan dihidangkan dan ternyata terdapat sisa darah yang tercampur dalam masakan. Mengetahui hal itu, Rasulullah tetap menikmati masakan tersebut dan tidak melarang ataupun menegur. Imam al-Qurtubi dalam kitabnya menjelaskan bahwa tindakan Rasulullah tersebut adalah untuk menjaga umat dari beban dan masyaqqot.

Dalam Hasyiyah Syibromalisi disinggung permasalahan sisa darah yang tercampur dalam masakan

‌(قوله: ‌بلا ‌تغير إلخ) وقع السؤال في الدرس كما يقع كثيرا أن اللحم يغسل مرارا ولا تصفو غسالته ثم يطبخ ويظهر في مرقته لون الدم هل يعفى عنه أم لا؟ فأقول الظاهر الأول لأن هذا مما يشق الاحتراز عنه

(Ucapannya: dengan tanpa berubah) terdapat pertanyaan dalam pelajaran seperti yang terjadi pada umumnya bahwa sesungguhnya daging yang dicuci berkali-kali dan tidak bisa bening air cuciannya kemudian dimasak dan terlihat dikuahnya warna dari darah, apakah (darah) itu dima’fu? Maka saya jawab dima’fu karena ini merupakan sesuatu yang sulit untuk dijaga. [Muhammad bin Abi al-Abbas, Nihaayah al-Muhtaj, Dar al-Fikr, 1/261]

Syekh Ali Syibromalisi menghukumi ma’fu dengan alasan kondisi tersebut termasuk masyaqqot. Namun, bagaimana apabila sisa darah yang melekat di daging kemudian dimasak?

Dalam beberapa literatur fikih Imam Syafii, status darah yang melekat pada daging juga dihukumi ma’fu. Berikut penjelasannya:

(قوله: حتى ما بقي على نحو عظم) أي حتى الدم الباقي على نحو عظم فإنه نجس. وقيل: إنه طاهر. وهو قضية كلام النووي في المجموع

(Perkataannya: sehingga sesuatu yang tersisa pada semisal tulang) maksudnya adalah sehingga darah yang tersisa pada semisal tulang maka (darah) itu najis. Dan dikatakan bahwa (darah) tersebut suci. Dan itu merupakan keputusan hukum perkataan imam Nawawi dalam kitab Majmu’ [Abu Bakar Syatha, Ianah at-Tholibin, Dar al-Fikr, 1/100]

Dalam kutipan kitab tersebut dapat diketahui bahwa hukum darah yang tersisa di daging merupakan najis yang di-ma’fu. Namun Imam Nawawi mengatakan darah tersebut suci, berikut penjelasan lainnya

وأما ‌الدم ‌الباقي على اللحم وعظامه من المذكاة فنجس معفو عنه كما قاله الحليمي ومعلوم أن العفو لا ينافي النجاسة فمراد من عبر بطهارته أنه معفو عنه اهـ

Adapun darah yang tersisa pada daging dan tulang dari hewan yang disembelih maka (hukumnya) najis yang dima’fu seperti yang dikatakan al-Halimi. Dan diketahui bahwa ma’fu tidak meniadakan adanya najis. Maka apa yang dimaksud oleh orang yang mengatakan kesuciannya adalah najis yang dima’fu. [Sulaiman bin Umar, Hasyiyah al-Jamal, Dar al-Fikr, 1/173]

Dengan demikian, darah yang tersisa dalam daging/tulang termasuk najis yang di-ma’fu. Dan jika daging yang sudah dicuci kemudian masih tersisa darah dalam daging dan mencampuri masakan, maka masakan tersebut halal untuk dikonsumsi. Wallahu a’lam bisshowab.

Leave a Comment