Bulan Ramadan adalah bulan yang ditunggu-tunggu umat Islam. Sejak dahulu, banyak orang bersiap beramal sebanyak-banyaknya. Ada yang bersiap mengkhatamkan al-Qur’an, ada yang mengerjakan banyak rakaat salat, atau yang berbagi makanan. Akan tetapi, ternyata tidak hanya itu, sebelum berpuasa kita juga harus tahu kapan munculnya hilal, membayar puasa yang bolong, dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Di samping itu, pada zaman dahulu ternyata ada banyak kisah menarik nan lucu selama menjelang bulan Ramadan. Kisah ini tercatat dalam literatur-literatur Islam, dan beberapa di antaranya mengandung mutiara hikmah yang dapat kita ulik. Apa saja kisahnya? Simak di bawah ini.
Muzabbid dan Puasa Arafahnya
Ada satu kisah jenaka yang tertulis dalam kitab Tadzkirah Al-Hamduniyyah karangan Bahauddin Al-Baghdadi. Kisah itu menceritakan seorang bernama Muzabbid. Nama lengkapnya Abu Ishaq Muzabbid, ada yang menyebutnya Muzayyin. Muzabbid lahir di Madinah lalu bertolak ke Irak pada masa Khalifah Al-Mahdi dari Dinasti Abbasiyah. Muzabbid memang terkenal dengan kisah-kisah lucu dan langka terdengar.
Pada suatu hari Muzabbid mendengar seseorang berkata bahwa puasa hari Arafah (tanggal 9 Zulhijah) ganjarannya sepadan dengan puasa setahun. Tertarik dengan hal itu, Muzabbid lantas berpuasa di hari Arafah. Akan tetapi, ketika bunyi azan dzuhur berkumandang dia malah minum dan berbuka puasa. Tetangga rumah yang tahu tingkah Muzabbid merasa heran dan menegur mengapa dia berbuka padahal matahari belum tenggelam. Bukankah puasanya jadi gugur sebab itu?
Muzabbid dengan enteng berkata, “Aku cukup berpuasa setengah tahun saja. Toh, di dalamnya juga ada bulan Ramadan, ‘kan?”
A’masy dan Malam Syak
Kisah kedua berasal dari seorang tabiin bernama Al-A’masy. Dia bernama lengkap Sulaiman bin Mahran Al-A’masy. Ia juga adalah seorang Imam hadis terkemuka di Kufah yang dijuluki Syaikh Al-Muhadditsin oleh Imam Ad-Dzahabi. Kisah Al-A’masy dan malam syaknya termaktub dalam kitab ‘Aqdul Farid karya Ibnu Al-A’robi.
Kala itu malam menjelang bulan Ramadan. Orang-orang merasa ragu dengan kepastian munculnya hilal, sehingga malam itu dinamai malam syak atau malam yang meragukan. Seperti biasanya, banyak orang mulai bertanya kapan waktu puasa dimulai. Salah seorang yang dituju waktu itu adalah Imam Al-A’masy. Karena mereka silih berganti bertanya, sang Imam merasa bosan dengan pertanyaan yang sama melulu.
Keesokannya, ada yang mengirim buah delima ke rumah si Imam. Setelah menerimanya, Al-A’masy kemudian mengupas buah itu dan menaruhnya di atas meja di depannya. Singkat cerita, datang laki-laki yang punya kegelisahan juga soal kapan waktu puasa. Tanpa bicara sepatah kata pun, Al-A’Masy memakan buah yang ia sudah siapkan tadi. Laki-laki itu akhirnya paham apa maksud sang Imam. Ia akhirnya pamit dan puas dengan jawaban yang dicari: hari itu masih belum puasa. Syahdan, Al-A’Masy juga lega dia tidak diganggu lagi oleh pertanyaan memuakkan itu.
Iyas Melihat Hilal
Namanya adalah Iyas bin Muawiyah. Ia seorang tabiin yang dikaruniai kecerdikan dan ilmu luar biasa meskipun umurnya relatif muda. Iyas tinggal dan menuntut ilmu di Basrah, sebuah kota di belahan negara Irak. Di waktu mudanya, Iyas banyak mendapat pujian atas kepintarannya dalam ilmu agama.
Suatu ketika, Abdul Malik bin Marwan mengunjungi negara Basrah sebelum dia diangkat menjadi khalifah. Saat sedang berjalan-jalan Abdul Malik melihat Iyas, seorang remaja muda yang belum tumbuh kumisnya. Di belakang anak itu hadir empat orang berjenggot dan mengenakan jubah hijau. Pakaian mereka menandakan bahwa mereka adalah ulama-ulama penting. Abdul Malik terheran karena mereka menempatkan Ilyas di depan mereka.
Ia pun bertanya pada mereka, “Hm, adakah di antara kalian seorang Syaikh yang posisinya tinggi?” Mereka lantas menunjuk Iyas. Abdul Malik lalu menoleh pada anak itu dan bertanya sinis, “Hai nak, berapa umurmu?” Iyas menjawab, “Wahai Al-Amir, umurku seperti umur Usamah bin Zaid R.A. ketika Rasulullah memberinya amanah memimpin pasukan, yang di dalamnya ada sahabat Abu Bakar R.A. dan sahabat Umar bin Khattab R.A.”
Seperti cerita Iyas di atas, kisahnya memang banyak tercatat dalam kitab sejarah dan kitab biografi tokoh-tokoh muslim. Salah satu kisah masyhur sekaligus lucu tentang Iyas ada di kitab Natsr Ad-Durr, kitab anggitan Abu Sa’id Manshur bin Husain Al-Aabi. Kisah di bawah ini memperlihatkan kelihaian Iyas dalam bertutur kata dan hormatnya kepada orang yang lebih tua dan alim dari dia.
Saat matahari bergerak ke ufuk barat, orang-orang mulai berkerumun di tanah lapang. Di antara mereka ada sahabat Anas bin Malik R.A. Begitu ramainya, sampai-sampai jika dihitung ada sekitar 100 orang memenuhi setiap jengkal lapangan. Ada yang duduk di atas batu, ada yang berdiri berkacak pinggang, dan ada yang selonjoran sambil membawa makanan. Waktu orang-orang sedang sibuk dengan kedua matanya, Anas bin Malik berseru, “Aku melihat hilal!”. Iyas yang mendengar seruannya kemudian bertanya, “Wahai Anas, coba tunjukkan letak hilalnya!”
Sahabat Anas kemudian menunjuk pada suatu arah, tetapi orang-orang di sekelilingnya tak satu pun melihat. Iyas kemudian mengamati Anas. Tiba-tiba muncul sesuatu tak terduga. Satu rambut di alis Anas yang berwarna putih terlihat bengkok dan menutupi matanya. Iyas yang melihat hal itu kemudian membetulkan posisi alis itu hingga sejajar. Ia berujar pada Anas, “Wahai Abu Hamzah, aku melihat hilal.” Kemudian Anas mencari lagi dan lagi hilal yang dimaksud Iyas. Khadim Rasulullah itu akhirnya menyerah dan berkata, “Aku tidak melihat apa-apa.”
oleh : Fahri Reza Muhammad
1 Comment