Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pesan Cinta oleh Pesantren di Media Sosial

Gambar 1. Potret santri PP. Al Munawwir Komplek L sedang belajar.

‘’Terima kasih. Informasi yang diberikan sangatlah bermanfaat. Ditunggu konten selanjutnya, min.’’

Begitulah komentar dalam sebuah akun media sosial sebuah pondok pesantren dengan konten yang baru saja dibagikan. Sebuah postingan di media sosial sangatlah bernilai positif sebab dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan menembus dimensi waktu serta ruang. Pesantren memulai era baru dalam dakwah digital saat ini.

Kedatangan pandemi yang ujug-ujug dan tanpa mengucapkan permisi membuat berbagai pihak dilanda sebuah dilema. Terlebih dalam pembatasan aktivitas yang mengharuskan manusia terkurung dalam rumah saja. Namun, pandemi sebagai salah satu musibah yang melanda tidak selamanya bernilai buruk. Santri dan pesantren mampu beresiliensi dengan terus membangun kemandirian selama pandemi. Pesantren mampu mengerahkan kemampuan sebagai wadah yang akan terus hadir untuk masyarakat terkhusus di media sosial.

Sajian konten berupa gambar, audio, dan video disuguhkan kepada masyarakat luas oleh berbagai akun pesantren di tanah air. Transformasi yang dilakukan oleh santri merupakan sebuah jalan dakwah terbaru yang terus dilakukan oleh pesantren sebagai salah satu instansi pendidikan keagamaan tertua di dunia. Di tengah keberadaan pandemic, pondok pesantren menegaskan bahwa mereka dengan kekuatan bersama mampu bertahan serta mampu membangun tren baik dalam menggelorakan dakwah melalui media sosial. Salah satu karakteristik dakwah digital yang dimiliki santri sebagai representasi pesantren adalah pesan dakwah yang bermuatan cinta.

Dakwah yang membawa pesan cinta dapat diartikan bahwa pesantren dalam gerilya digitalnya mampu membawa pemahaman keagamaan yang moderat dan tidak menyakiti siapapun. Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia media sosial sendiri, banyak tantangan yang harus dihadapi termasuk dari kalangan sesama muslim. Banyak pemahaman dan ideologi yang bertentangan seperti Wahabi Salafi, Ekstrimisme, Liberalisme, Radikalisme, dan Sekulerisme yang menjadi sebuah corong dari penyampaian agama dan diterima oleh banyak pengguna internet. Hal ini jelas berbahaya untuk pemahaman agama islam sendiri.

Berbagai gerakan dakwah digital santri merupakan jawaban dan ikhtiar yang dilakukan guna merawat paham ahlussunah wal jamaah. Dunia digital merupakan medan bebas, maka santri perlu berkreasi dalam menjalankan dakwahnya di platform digital baik Youtube, Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, dan lainnya. Semua demi mewarnai dunia maya dengan konten keagamaan yang baik dan membuktikan bahwa islam merupakan agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam.

Menilik data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia pada tahun 2021, jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat 11 persen dari tahun sebelumnya. Jika di tahun 2020 memiliki 175,4 juta maka di tahun 2021 bertambah menjadi sekitar 202,6 juta pengguna. Dengan jumlah pengguna yang melimpah tentunya kalangan pesantren harus tetap bertahan dan perlu meningkatkan kualitas dalam pembuatan konten.

Salah satu bukti dari keberhasilan dakwah dengan muatan pesan cinta oleh pesantren yaitu keberhasilan akun Youtube Santri Gayeng–salah satu platform buatan Pondok Pesantren Al – Anwar Sarang, mereka mampu menempatkan konten video yang berisi ceramah dari Gus Baha’ dalam jajaran trending. Akun tersebut bahkan dikenal sampai saat ini dan terus berevolusi menjadi wadah dakwah yang disegani oleh masyarakat Indonesia.

Termasuk mencermati kebangkitan dakwah digital Pondok Pesantren Dzuriyyah KH. Muhammad Moenawwir bin Abdullah Rosyad. Dukungan berupa pembuatan konten dakwah di media sosial selalu diserukan terutama di masa pandemi. Teringat pula, pesan dari ulama muda Krapyak, Gus Yunan Roni. Dalam berbagai kesempatan, beliau selalu mendorong para santri untuk bergerilya dalam melaksanakan dakwah di media sosial.

Beberapa hal tetap perlu diperhatikan dalam upaya menyebarkan pesan cinta di media sosial oleh kalangan santri. Rambu-rambu syariat wajib diperhatikan dalam menjaga kesakralan dalam dunia dakwah digital. Menurut salah satu content creator tersohor, Habib Husein Ja’far, para santri perlu memperhatikan beberapa guna menyemarakkan dakwah melalui dunia digital.

Pertama, viral. Dalam upaya membuat sebuah konten yang menarik kita harus memperhatikan apakah aspek tersebut sedang ramai diperbincangkan atau tidak. Pesantren sebagai salah satu mercusuar pengetahuan perlu mengamati dan membuat konten terkait hal yang viral terutama menyangkut nilai-nilai agama.

Kedua, berbeda baik perspektif dan pandangan. Dalam membuat sebuah konten, dibutuhkan juga perspektif dengan pandangan yang berbeda atau unik. Namun, dalam batasan koridor kebenaran. Hal ini mutlak dijadikan landasan meskipun sudut pandang yang diangkat berbeda dengan suara dari mayoritas masyarakat.

Ketiga, kredibel. Ketika membuat sebuah konten, jangan lupa mencantumkan berbagai referensi yang shohih atau terverifikasi sehingga dalam penyajian konten kebenarannya tidak diragukan lagi. Cara ini supaya menjadikan masyarakat tidak sesat pikir dan dapat membuat citra dari akun tetap terjaga.

Keempat, ambil konten hal yang terdekat. Perhatikanlah berbagai aspek yang menarik minat bagi orang-orang awam untuk bisa belajar agama. Pesantren sebagai gudangnya ilmu pengetahuan agama perlu memperhatikan ini supaya dalam praktik ibadah masyarakat bisa tertarik dan tidak merasa bosan dalam belajar.

Kelima, singkat, padat, dan jelas. Pembuatan konten yang tidak terlalu panjang bisa menarik minat berbagai kalangan untuk menontonnya. Menurut sebuah survei, apabila ingin menyajikan sebuah konten video rata-rata manusia hanya fokus sepanjang 6 menit. Untuk itu, santri perlu memperhatikan dengan membuat konten yang singkat padat, dan jelas.

Terakhir, emosional bukan rasional. Dalam membuat sebuah konten perlu juga memperhatikan sisi emosional dalam menyampaikan dakwah secara digital. Penyampaian tidak melulu menggunakan dalil yang sifatnya adu argumen atau mengadu antara satu dengan lain gunakanlah sisi-sisi emosional dengan followers melalui konten yang bisa mereka pahami dan tidak membuat mereka merasa jauh dari apa yang kita sampaikan.

Demikian poin-poin yang bisa diperhatikan dalam menyempurnakan pesan cinta dalam berdakwah digital. Dakwah digital yang digelorakan ini menjadi titik balik pesantren dan bukti kemandirian diri di masa pandemi. Jaringan pesantren baik santri maupun alumni yang terdapat di seluruh nusantara bisa menggeliatkan dakwah digital ini. Semoga dakwah digital dengan muatan pesan cinta selalu berkobar sehingga pesantren tetap mampu menjadi garda terdepan dalam membela agama dan negara bukan hanya di dunia nyata akan tetapi di ranah digital juga. Aaamiin.

Penulis: Ajie Prasetya

(tulisan ini meraih juara pertama dalam Lomba Kepenulisan Artikel Harlah 110 Al-Munawwir)

1 Comment

  • Unknown
    Posted April 14, 2022 at 5:28 pm

    MasyaAllah

    Reply

Leave a Comment

0.0/5