Selama ratusan tahun perjalanan syariat Islam, tentu perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari kondisi masyarakat dan hukum yang mengelilinginya. Sumber utama syariat Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits sendiri berkarakter universal, seperti ungkapan popular “al-Islamu shalihun likulli zaman wa makan”, artinya Islam (seharusnya) selalu relevan dalam setiap masa dan lokasi. Semasa hidup Rasulullah Saw., ajaran Islam dapat dipelajari dengan satu cara pasti: menanyakan suatu persoalan secara langsung kepada Rasulullah. Beliau adalah pemegang otoritas dan penanggung jawab utama keseluruhan aspek yang berhubungan dengan kehidupan agama, sosial, sampai politik pada masa itu. Namun, seiring berjalannya waktu dan wafatnya Rasulullah, muncul figur-figur penting, yang berkapasitas untuk menuntun dan membimbing umat Islam sehingga ajaran islam selalu relevan dengan evolusi zaman, di mana saja, dan kapan saja.
Perkembangan zaman yang begitu cepat, utamanya satu abad ke belakang merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari siapa pun, yang hidup di kolong bumi-langit. Barangkali, hal-hal inilah yang menginspirasi K.H. Maimoen Zubair, ulama kharismatik asal Sarang, Rembang mengarang sebuah kitab yang bertajuk lengkap, al-Ulama’ al-Mujaddidun wa Majalu Tajdidihim wa Ijtihadihim. Belakangan, kitab ini semakin popular, terutama di balagh-balagh Ramadhan di berbagai pesantren salaf nusantara. Hal ini semakin menambah khazanah perbendaharaan kitab-kitab karangan ulama Nusantara yang terlebih dahulu muncul, misalnya Hujjah Ahli Sunnah-nya Mbah Ali Maksum.
Dalam kitab ini, Mbah Moen berlandaskan kepada hadits:
إن الله يبعث لهذه الأمة على كل مائة سنة من يجدد لها دينها. رواه أبو داود
“Sesungguhnya Allah SWT. setiap 100 tahun sekali, akan mengutus orang yang akan memperbarui (urusan) agama-Nya” (H.R. Abu Dawud).
Hadits ini mengandung rahmat dari Allah SWT terhadap umat manusia, yakni Dia selalu memberikan update terhadap syariat Islam agar selalu eksis dengan cara yang tepat. Tentu, sesuai pemahaman dan kondisi generasi masanya, serta menjaga mereka dari pemahaman-pemahaman melenceng yang berpotensi timbul dalam pengejawantahan syariat. Hadits ini juga menunjukkan bahwa ilmu akan dipegang oleh orang yang terpercaya pada tiap masa. Kapasitas semacam ini dimiliki oleh ulama, yang selain taat dan mengerjakan syariat-syariat Islam, juga mampu menerangkan dan memelihara aturan-aturan agama Islam, serta menjelaskan perkara sunah dan memisahkannya dari perkara bidah.
Seperti judul yang terpampang di halaman cover-nya, kitab ini menjelaskan dinamika tajdid (pembaharuan) dalam Islam. Dalam muqaddimah (pembukaan) kitab, Mbah Moen menjelaskan dasar-dasar terjadinya tajdid, syarat dan ciri mujaddid, dan tokoh-tokoh yang menurut beliau merupakan mujaddid zamannya, dimulai dari para sahabat sebagai generasi mujaddid pertama pascawafatnya Rasulullah, sampai abad 14 Hujriyah ini. Terkadang pula, beliau menuliskan tidak hanya satu, tetapi dua, bahkan lebih tokoh-tokoh yang dianggap sebagai mujaddid. Contohnya antara lain pembukuan Al-Qur’an yang tak terpikirkan pada masa Nabi. Gagasan ini bermula dari kekhawatiran Sayyidina Umar melihat begitu banyaknya penghafal Al-Qur’an syahid di medan perang. Selain itu, terdapat pula penambahan titik dan syakal (harakat) yang diprakarsai Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi, Abu Aswad Ad-Du’ali, dll. Tujuannya mencegah kesalahan pemahaman Al-Qur’an yang bermula dari kesalahan bacaan, utamanya bagi orang ‘ajam (non-Arab).
Seusai membaca muqaddimah kitab, kita akan disajikan pembahasan-pembahasan tematik yang merupakan konsep-konsep ajaran Islam yang dulu pernah dipraktikkan secara umum, namun karena tergerus perkembangan zaman konsep tersebut tidak lagi dapat diberlakukan. Tema-tema lain yang relevan pada zaman ini, antara lain dihapuskannya praktik dan hukum perbudakan di abad 21; susahnya menerapkan jihad fi sabilillah dan had (hukum pidana Islam); tidak berlakunya zakat emas dan perak dan digantikan dengan konsep keuangan modern; nisab mata uang modern dalam zakat; menyanggah anggapan bahwa uang tidak wajib dizakati; zakat saham perusahaan; membayar pajak; pengaduan Al-Qur’an terhadap Allah SWT dan kewajiban bermazhab, tanpa harus fanatik dalam satu mazhab tertentu.
Kitab ini rampung dikarang oleh Syaikhuna K.H. Maimoen Zubair satu dekade lebih lalu, tepatnya tanggal 25 Februari 2007. Di Krapyak sendiri, komplek yang mengaji kitab ini pada bulan Ramadhan adalah PP Al Munawwir Komplek L. Pengajian itu melanjutkan pengajian kitab Al-Ulama’ Al Mujaddidun yang telah dimulai sejak Ramadan tahun lalu.
Penulis: Al-Mu’tasim Billah (Santri PP. Al-Munawwir Komplek L Angkatan 2022)
Editor: Fahri Reza Muhammad